Senin, 28 Mei 2018

TRADISI MANDI BALIMAU KASAI DI SUNGAI PAKNING ( KAMPUNG BARU ) Dengan mengharapkan rahmat Allah SWT yang maha kuasa dengan segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya kita masih diberikan kesempatan untuk hidup dengan segala limpahan kasih sayang darinya dan dapat menemui bulan ramadahan berikutnya. Bulan ramadhan adalah bulan yang suci, bulan yang penuh dengan rahmat dan ampunan, dimana do’a-do’a insyaallah akan di kabulkan, pahala dilipat gandakan dan di malam ramadhan ini terdapat satu malam yang lebih baik dari pada seribu bulan. Untuk menyambut bulan suci ramadhan, biasanya masyarakat kampung baru sehari sebelum bulan ramadhan tiba, mereka melaksanakan tradisi mandi balimau kasai sebagai ungkapan rasa puji dan syukur dan gembira untuk memasuki bulan puasa, hal itu juga dijadikan simbol sebagai penyucian diri. Kata balimau kasai berasal dari dua makna yaitu balimau yang berarti mandi dengan menggunakan air yang dicampur dengan jeruk. Sedangkan kasai berarti wangi-wangian yang dipakai saat berkeramas. Jeruk yang digunakan buakn semabrang jeruk melainkan jeruk purut, jeruk nipis dan jeruk kapas. Menurut mereka tujuan berkeramas ini adalah mengusir segala macam rasa dengki yang ada di dalam hati dan fikiran sebelum bulan puasa tiba. Upacara mandi balimau kasai ini merupakan upacara tradisional yang istimewa bagi masyarakat kampung baru. Bagi mereka jika upacara mandi balimau ini tidak diadakan , mereka menganggap bahwa tidak sempurnanya atau ramadhan terasa kurang lengkap ataupun kurang meriah. Tradisi balimau kasai ini sudah berlangsung lama. Sejak suatu daerah(kampar) itu masih di bawah kekuasaan kerajaan, kemudian turun temurun pada generasi sekarang hingga acara ini di lakukan juga di wilayah lain. Karena Sebenarnya mandi balimau ini tidak hanya dilakukan oleh masyarakat kampung baru saja, bahkan juga dilakukan oleh masyarakat di wilayah lainnya. Seperti, di wilayah/daerah khususnya di Pelalawan yang disebut dengan “balimau kasai potang mamogang” yang bermakna “menjelang sore karena menunjuk waktu pelaksanaan acara tersebut”. Pada dasarnya kebiasaan melaksanakan upacara ini dilakukan oleh Raja Pelalawan. Namun ada juga yang mengatakan bahwa tradisi ini berasal dari Sumatra Barat. Mayarakat percaya bawa acara/tradisi ini berasal dari perpaduan antara tradisi Hindu-islam yang sudah ada sejak zaman kerajaan Muara Takus berkuasa di Riau. Biasanya pelaksanaan acara/tradisi itu di lakukan di tempat-tempat tertentu yang di sepakati oleh mayarakat setempat. Seperti di sungai-sungai, di lapangan, bahkan juga di mesji-mesjid. Khusus masyarakat Kampung Baru, mereka melaksanakan acara ini di mesjid yang bernama mesjid “DARUL IHSAN”. Mereka menggunakan pakaian saat menghadiri acara tersebut. banyak asyarakat yang menghadiri acara ini. Terutama perangkat-perangkat desa seperti, kepala Dusun, RT dan RW dan juga ulama yang telah diundang pada acara tersebut. Sebelum acara di mulai, biasanya masyarakat terlebih dahulu mngelilingi desa meraka dengan membawa air jeruk, makan-makanan, parfum, bedak, cermin dan lain sbagainya di atas kepala mereka dengan menggunakan talam, yang membawa talam tersebut di utamakan kepada anak-anak gadis setempat. Kemudian dibelakang pembawa talam terdapat para pemain kompang untuk mengiringi perjalanan mereka disepanjang jalan. Setelah selesai mengelilingi kampung, mereka berkumpul di mesjid untuk melaksanakan acara inti yang di dalam acara itu ada pembacaan ayat suci Al-Qur’an, kata sambuan oleh perangkat desa kemudian ceramah agama dari ulama yang diundang datang keacara tersebut. Selesai mendengarkan santapan rohani dan bersalam-salaman, mereka memulai acara puncak. Mereka mandi balimau kasai yang diawali oleh Kepala Desa, para orang tua dan diikui oleh pemuda-pemudi dan anak-anak dibelakangnya. Sesudah mandi balimau kasai para remaja dan anak-anak memperebutkan semua isi yang ada di dalam talam yang dibawa oleh para gadis-gadis desa tersebut dan kemudian siram-siraman air, bedak dan parfum hinngga acara itu selesai menjelang magrib. Sekian artikel yang dapat penulis paparkan. Semoga bermanfaat bagi pembaca dan pendengar terlebih lagi bagi penulis dalam memahami tradisi mandi balimau kasai yang ada di desa Kampung Baru. Jika terdapat kesalahan dalam artikel ini, baik itu tulisa maupun perkataannya penulis mohon maaf. Bak pepatah “tak ada gading yang tak retak, tak ada manusia yang tak bersalah”. Akhirul kalm wallahumuafik illa akwamittrorik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar